-->

Saat Guru Muda Wiyata Bakti Terjerat “Covid-19 Keluarga”, Ia Tak Bisa Menjerit

 

…... melihat kondisi rumahnya tak tega rasanya, masker satu lapis masih tembus dan terasa di tenggorokan. Wanita paruh baya muncul dari tirai yang sudah kumal, beberapa detik kemudian di belakangnya ada nenek-nenek dengan rambut teruai tidak jelas. Ada perasaan was-was muncul nampak dari dua orang ini. Mungkin karena baju rompi yang saya pakai seperti dari SATGAS XXX. Ia baru lega saat melihat gadis kecil di sampingku dan saya jelaskan ini siswa putrinya. Saat mengangkat satu persatu beras dari motor ke teras rumah sempit beralas tanah dan semen. Ibu tua itu bilang, “sampun, sampun, sampun kekatahen ….”, air matanyapun menetes saat kami berikan sejumlah uang dari donatur. Nampak ada harapan terjawab dari donasi kita ini …..

 

Menjelang pukul 00.00 aku coba rebahkan tubuh yang seharian kebanyak duduk di depan laptop. Terasa lega sekali setelah berjam-jam di depan laptop. Tiba-tiba istri muncul di pintu sambil terlihat wajahnya sedih. “Ah, ada apa lagi ini”, bisik dalam hati. Maklum ia sendiri baru lepas dari isoman. “Kasihan, guru anak kita. Ayahnya meninggal terkena Covid-19”, lirih terdengar suaranya.

Saat istri terus bercerita benakku melayang mengingat ayah guru wiyata bakti itu beberapa hari lalu pernah datang ke rumah. Mengantarkan putrinya mengantar hasil belajar (rapor) yang tidak lain guru anak saya. Ya, ia cerita sudah lama tidak narik becak karena punya darah tinggi. Tempat mangkalnya di depan salah satu rumah sakit di kota ini. Takut terdampak Covid-19.

“ ….. sudah lama ayahnya tidak menarik becak. Jadi, hasil mengajar putrinya juga sebagai sumber dapur agar tetap mengepul”. Terdengar istri bercerita dengan suara berat, sama dengan cerita ayah guru ini tempo hari. Heem, jumlah siswa di sekolah itu hanya hitungan jari. Seperti di kelas anak saya, hanya ada sekitar 5 siswa saja. Kira-kira berapa yang diterima gaji guru ini ya? Padahal sekolahnya juga tidak menerima dana BOS seperti sekolah pada umumnya Sudah, logika matematikaku pastinya tidak akan bisa menemukan tanda “=” yang benar.

Memang biasanya berkisar pukul 09.00 pagi saat telfon berdering anak saya nomor dua berlari menuju kamar belakang untuk menerima telfon pembelajaran dari gurunya. Saya sendiri tidak tahu yang mana gurunya karena beliau memaki hijab, hanya suaranya saja terdegar sepertinya masih muda usia di bawah 20 tahun. Sekarang ia harus mengantikan posisi Ayahnya memenuhi ekonomi keluarga.

Usai sholat subuh rutinitas masa PPKM ini langsung membuka laptop  menyiapkan dan mengamati hasil kerja siswa. Berlahan kisah tadi malam muncul dalam fikiran. “Tak mungkin jika sendirian bisa membantu banyak” terlintas dalam otak. Padahal kita tahu sendiri, jika terkena Covid-19 dan meninggal. Kondisi tidak seperti dulu, saudara dan tetangga berdatangan menjenguk memberikan bantuan dan lain-lain. Kini kondisi kita terkonsep jika ada yang terkena Covid-19 auto menjauh dan menghindar. Bagi yang ekonomi mapan kondisi seperti ini mungkin masih bisa bertahan. Namun bagi orang yang tidak mampu, pastinya ini tekanan berat secara fisik dan psikologis. Nah, dari sinilah saya memberinakan diri untuk mencari orang-orang baik. Story WA dan japri beberapa orang baik terkirimkan.

Berkisar pukul 07.45 salah satu orang baik memberi kabar jika di rumahnya ada 20 sak beras 5 kg bisa dibagikan bagi yang membutuhkan. Donasi uang sudah terkumpul berkisar 800rb. Seijin beliau 10 beras kami serahkan ke 10 tenaga pendidikan yang layak menerima, 5 kami serahkan ke rumah duka, dan 5 lagi diserahkan ke warga yang layak menerima. Alhamdulillalah, pukul 10.00 donasi uang sudah terkumpul 1,3 juta. Lepas duhur kami datang ke rumah duka.

Setelah melewati gang sempit akrhinya sampailah di rumah itu. Melihat kondisi rumahnya tak tega rasanya, masker satu lapis masih menembus dan terasa di tenggorokan. Ia muncul dari tirai yang sudah nampak kumal. Beberapa detik kemudian di belakangnya ada nenek-nenek dengan rambut teruai tidak jelas. Ada perasaan was-was muncul nampak dari dua orang ini. Mungkin karena baju rompi yang saya pakai seperti dari SATGAS XXX. Ia baru lega saat melihat gadis kecil di sampingku dan saya jelaskan ini siswa putrinya. Saat mengangkat satu persatu beras dari motor ke teras rumah sempit beralas tanah itu. Ibu tua itu bilang, “sampun, sampun, sampun kekatahen ….”, air matanyapun menetes saat kami berikan sejumlah uang dari donatur. Nampak ada harapan terjawab dari donasi kita ini.

Tidak cukup sampai di sini. Sekitar pukul 14.00 masih  ada beberapa orang baik yang berdonasi, dan alhamdulillah terkumpul kembali 700rb. Insyallah akan kami bagikan pada tahap ke dua nanti.

PESAN MORAL BUAT KITA SEMUA.

1.       Patut bersukur masih banyak orang-orang baik di sekitar kita yang siap membantu. Semoga Allah memuliakan beliau-beliau.

2.       Jika ada tetangga saudara terdampak Covid-19. Jangan nampak menjauh, tetap jalin komunikasi meski jaga jarak atau via HP. Tambah bagus membantu meringkan beban hidup terutama bagi yang tidak mampu

3.       Dalam masa wabah ini yang terbaik adalah memperbaiki diri jangan membuat dosa lagi. Tetap patuhi protokol Kesehatan

Terima kasih buat seluruh donator dan orang-orang baik yang sudah membantu. Semoga bisa meringankan masa-masa sulit mereka. Semoga Allah membantu lepas dari kondisi sulit ini. Jika masih ada yang ingin donasi bisa japri ke 0877 7447 1651 (kami kirim rekening bank untuk donasi)

 

0 Response to "Saat Guru Muda Wiyata Bakti Terjerat “Covid-19 Keluarga”, Ia Tak Bisa Menjerit"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

iklan di bawah artikel